[Artikel] Patah Hati Digital: Mengapa Swipe Right Tak Lagi Jadi Solusi

 WEEKLY POST

Cr: google

Penulis: Mirsa Aryani

Di era serba digital ini, mencari pasangan bukalah hal yang sulit. lini mencari pasangan dapat hanya melalui genggaman tangan. Banyak aplikasi kencan seperti bumble,tinder, hingga okcupid yang menawarkan beribu profil untuk kita pilih hanya melalui sentuhan jempol. Terdengar cukup praktis, tetapi dibalik semua kemudahan itu muncul fenomena baru: swipe fatigue-kelelahan emosional abikat terlalu sering mencari koneksi didunia digial tanpa hasil yang memuaskan. 

Terlalu banyak pilihan atau Terlalu sedikit koneksi?

Secara teori semakin banyak pilihan,semakin besar juga menemukan ketidak cocokan. Nyatanya, psikologi modern menyebutkan bahwa "paradox of choice" justru membuat kita sulit mengambil keputusan dan mudah kehilangan minat. setiap kali match terasa seperti sekedar angka,bukan koneksi nyata. 

Alhasil, banyak orang mengalami burnout sosial-mulai dari malas membalas chat,mudah ilfeel hanya karena foto yang "kurang estetik". Sampai memutuskan menghapus aplikasi tanpa benar benar merasa lega. 

Apa efek samping cinta digital?

Swipe fatigue tidak hanya menguras waktu, tetapi juga mempengaruhi kesehatan mental. Beberapa efek yang sering muncul antara lain:

  • Turunya rasa percaya diri: terlalu banyak penolakan( pengabaian) membuat seseorang mempertanyakan nilai diri nya.
  • Kecemasan sosial: takut memulai percakapan atau bertemu langsung karena terbiasa dibalik layar
  • Hubungann dangkal: koneksi yang cepat terbangun, namun juga cepat menghilang
Menariknya, riset dari pew research center(2023) mencatat hampir 45% pengguna aplikasi kencan di kalangan generasi muda mengaku merasa "lelah" secara emosional setelah menggunakanya selama 6 bulan berturut turut.

Namun mengapa fenomena ini meningkat?

Pandemi adalah menjadi salah satu pendorong utamanya. keterbatasan interaksi fisik membuat orang beralih kedunia digital untuk mencari teman atau pasangan. Namun, begitu kehidupan normal kembali dimulai, banyak yang sadar bahwa koneksi online terasa lebih hangat dan memuaskan dibandingkan ratusan match tanpa arah- namun ketika saat itu orang sudah kecanduan dengan dunia digital. 

Bagaimana cara mengatasi swipe fatigue?

Agar proses mecari pasangan dapat tetap sehat, ada beberapa strategi yang bisa dicoba:
  • Batasi waktu penggunaan - misalnya 30 menit sehari untuk membuka aplikasi
  • Pilih kualitas, bukan kuantitas - fokus membangun percakapan dengan 1-2 orang yang memang cocok dan nyambung
  • istirahat digital - beri jeda beberapa hari atau minggu dari aplikasi untuk kembali menyegarkan pikiran
  • Perluas lingkaran sosial secara offline - ikuti lomunitas yang sesuai minat juga hobi atau kegiatan sosial, yang memungkinkan pertemuan alami
  • Jaga kesehatan mental - kalau rasa lelah mulai terasa dan rasa cemas berlarut, pertimbangkan bicara dengan psikolog atau konselor
Ada cerita singkat dari salah satu pengguna

Cerita ini dari mahasiswa pascasarjana yang berumur 24 thn,bernama Rani. Beliau bercerita bahwa ia pernah menghapus aplikasi kencan setelah sadar bahwa semua percakapan yang ia jalani berhenti pada "kamu lagi sibuk apa?". Rani berkata " Awalnya seru, tapi lama lama kok kerasa tamplate" ujarnya sambil tertawa kecil. " capek banget kayak gak ada yang bener bener mau kenal".


Nah, pada akhirnya, tegnologi hanyalah alat. Swipe right bisa menjadi pintu awal pertemuan, tapi hubungan yang berarti butuh dari sekedar hitungan algoritma. Kadang solusi terbaik justru dengan cara menutup layar,menatap sekitar, dan memberi kesempatan pada koneksi yang hadir didunia secara nyata. karena-

cinta, seberapapun modernnya dunia, tetap butuh sentuhan tulus manusia.

Editor: Alfiana Eka Agustina

Komentar

Popular Posts