[RESENSI FILM] PASIR BERBISIK

 WEEKLY POST 

RESENSI FILM: PASIR BERBISIK

Penulis Resensi: Yohana Gabriella

A. Rincian

    Judul     : Pasir Berbisik

    Genre     : Drama

    Sutradara     : Nan Achnas

    Produksi     : Salto Films

    Tanggal Rilis   : 15 Mei 2001

    Durasi              : 106 menit

    Pemeran          

    - Dian Sastrowardoyo sebagai Daya

    - Christine Hakim sebagai Berlian

    - Slamet Rahardjo sebagai Agus

    - Didi Petet sebagai Suwito

    - Dessy Fitri sebagai Sukma

    - Mang Udel sebagai kakek Sukma

B. Isi Resensi

          Di sebuah perkampungan biasa dekat wilayah pantai hiduplah seorang gadis muda bernama Daya bersama ibunya Berlian yang bekerja sebagai penjual jamu. Ayah Daya, Agus adalah seorang dalang wayang kecil yang menghilang saat Daya masih kecil. Ketidakhadiran Agus sebagai ayah membuat Berlian membesarkan Daya sendirian di kampung yang jauh dari peradaban modern. Dengan keprotektifan Berlian sebagai ibu kepada Daya hingga sang anak dewasa. Dalam kesendiriannya, Daya sering menelungkupkan diri ke sebuah tanah pasir, ia selalu mengira pasir berbisik kepadanya. Daya yang terkurung dari dunia sosial selalu membayangkan saat ayahnya pulang. Walaupun ibunya sangat tidak menyukai cara ayah Daya pergi meninggalkan keluarga itu, namun Daya yang polos masih terbayang kehadiran ayahnya dan ingin ikut dengannya untuk pergi jauh dari ibunya.

        Di kampung yang mereka tempati, terjadi sebuah teror yang tidak diketahui apa alasan dan hal yang melatarbelakanginya, dimana teror tersebut menyebabkan banyak rumah terbakar dan orang meninggal tergeletak begitu saja. Hal itu membuat banyak orang berpindah, dari kampung tersebut, namun Berlian tetap ingin menetap di sana.

       Suatu hari, sekelompok orang entah dari mana menyerang kampung tersebut. Dengan penuh keyakinan akhirnya Berlian mengambil keputusan untuk pergi dari sana. Berlian segera mengajak Daya pergi membawa perbekalan dan pakaian secukupnya untuk kabur dari kampung tersebut. Berlian teringat perkataan adiknya yang kini menjadi penari ronggeng keliling, bahwa tempat yang paling aman adalah di Pasir Putih.

           Setelah perjalanan jauh mereka, akhirnya Daya dan Berlian bisa bermukim di Pasir Putih dengan menempati satu gubuk yang kosong, Berlian juga membuka warung jamu untuk menyambung hidup bersama anaknya. Saat Berlian membuka warung jamu, seorang pria bernama Suwito yang berprofesi sebagai tukang jual-beli, berkenalan dengan Berlian dan secara rahasia terpikat kepada Daya. Daya berteman dengan seorang gadis sebayanya yang bernama Sukma. Walaupun dengan kekuranagn fisik Sukma, Daya dan Sukma berteman sangat baik dan belajar bersama dengan kakek Sukma.

         Suatu hari, Daya berjalan sendiri dan bertemu kelompok penari ronggeng dan disanalah ia bertemu dengan bibi Daya--Bu Lik. Bu Lik memberikan Daya sebuah baju ronggeng, dan sejak itu Daya menjadi sangat suka menari, namun Berlian tak suka itu, diam-diam Berlian membakar baju itu, membuat Daya makin tidak menyukai ibunya. Bu Lik akhirnya pergi, beserta rombongannya. Sebelum kepergiannya, Bu Lik memperingatkan Berlian untuk tidak terlalu keras kepada anak perempuan semata wayangnya itu.

        Suatu malam, Agus pulang dan kembali ke rumah di Pasir Putih, namun kehadiran Agus tak disambut baik oleh Berlian karena Berlian memang sudah sangat kecewa dengan kepergian Agus dan merasa sudah tidak membutuhkan Agus lagi. Namun tidak dengan Daya, Daya sangat bahagia dengan kehadiran ayahnya tersebut dan karena kepolosan Daya dan profil menyenangkan dari Agus, ayah dan anak itu cepat menjadi akrab. 

            Daya pun memperkenalkan ayahnya kepada sang sahabat, Sukma. Di hadapan Daya dan Sukma, Agus mempraktikan cara menarik perhatian orang saat menyelenggarakan pertunjukan. Sepulangnya, Daya dan Sukma bermain di ladang kering, tiba-tiba datang sekelompok orang tidak dikenal dan di sana Sukma ambruk dan meninggal karena terjatuh dan kepalanya terantuk batu tajam. Daya sangat sedih karena kehilangan sahabatnya itu.

        Kemudian Agus selama beberapa hari membawa Daya ke Suwito. Ternyata, tanpa Daya sadari, Daya dilecehkan oleh Suwito dan memberikan Agus sebungkus rokok mahal sebagai imbalannya. Daya menjadi sangat trauma akan kejadian itu. Berlian pun yang tau tentang kejadian ini semakin kecewa dengan Agus dan sangat murka kepada Agus. Walupun begitu, Berlian memiliki caranya sendiri untuk menghukum Agus. Tanpa sepengetahuan Agus, Berlian menambahkan racun ke minuman yang disajikan untuk Agus sehingga Agus meninggal dan dengan badai pasir yang terjadi, Agus pun terkubur di dalam gubuk yang ia tempati untuk tidur.  Akhirnya Berlian menyuruh untuk Daya pergi ke tempat yang jauh yang lebih aman bersama kakek Sukma dan merelakan dirinya sendirian di kampung tersebut.

C. Ulasan

        Film ini sangatlah menarik dan dikemas dengan sederhana yang mengandung banyak nilai-nilai kehidupan yang relate dengan kehidupan orang tua Tunggal yang sangat protektif dengan anak semata wayangnya, terlebih lagi anak tersebut adalah Perempuan. Persahabatan Daya dan Sukma yang mana Daya tidak melihat kekurangan yang ada di dalam fisik Sukma sangatlah patut ditiru. Akting yang dilakukan para aktorpun sangat baik dan natural.

        Alur yang tidak terlalu terburu-buru, membuat saya sebagai penonton bisa merasakan ada dan hadir di film itu, saya merasakan apa yang ibu Daya rasakan, saya menikmati kepolosan Daya sebagai remaja yang dijaga dengan baik oleh ibunya. Saya merasakan perjuangan Berlian sebagai sang ibu yang membesarkan Daya seorang diri dengan penuh kasih sayang dan kekhawatiran terhadap masa depan sang anak. Saya merasakan sakitnya Daya dan ibunya ketika mengetahui Daya, sang anak mengalami pelecehan oleh seseorang yang telah dianggap baik. Pengambilan gambar dan tempat yang dipilih sangatlah bagus dan memanjakan mata, sangat sesuai dengan latar belakang situasi tersebut di sebuah Pantai yang jauh dari kehidupan modern. 

        Namun ada kekurangan dari film ini, yaitu tidak dijelaskan pasti teror apa yang terjadi di kampung itu dan tidak ditampilkan secara jelas apakah Sukma terbunuh atau memang meninggal karena jatuh, dan hal inilah yang membuat saya bertanya-tanya. Selain itu, kekurangan film ini adalah minimnya dialog, walaupun begitu saya sangat menikmati filmnya karena ekpresi dan pembawaan aktor, serta alur cerita yang ditampilkan tetap menjawab hal-hal yang terjadi di sana, hingga tak berhenti membuat saya mengatakan bahwa saya seperti masuk ke dalam ceritanya.

        Film ini pun mendapatkan banyak penghargaan seperti:

- Penghargaan Best Cinematography Award, Best Sound Award dan Jury's Special Award For Most Promising Director untuk Festival Film Asia Pacific 2001

- Festival Film Asiatique Deauville 2002 - Dian Sastrowardoyo memenangkan Artis Wanita Terbaik

- Festival Film Antarabangsa Singapura ke-15- Dian Sastrowardoyo memenangkan Artis Wanita Terbaik

- Festival Film Indonesia 2004 meraih nominasi di 8 kategori: 

   a) Film Terbaik, Aktris Terbaik (Dian Sastrowardoyo dan Christine Hakim)

   b) Aktor Pendukung Terbaik (Didi Petet dan Slamet Rahardjo)

   c) Aktris Pendukung Terbaik (Dessy Fitri)

   d) Sinematografi Terbaik (Yadi Sugandi)

   e) Tata Artistik Terbaik (Frans X.R. Paat)

   f) Tata Musik Terbaik (Thoersi Agreswara)

   g) Tata Suara Terbaik (Adimolana Machmud dan Hartanto)


Editor: Lulus Anggun

Komentar

Popular Posts