Sehari Menjadi Seorang People Pleaser
ESENSIMEDIA.COM - Setiap orang pasti dalam kehidupannya tidak terlepas dari yang namanya interaksi sosial, sehingga dalam kehidupan sehari-hari interkasi dengan sesama merupakan sesuatu yang krusial. Apalagi berdasarkan penelitian, kebahagiaan masyarakat Indonesia terkait dengan harmoni sosial, kedekatan keluarga, interaksi sosial, kemudian spiritual, berbeda dengan budaya Eropa di mana dalam budaya mereka kebahagiaan seringkali dihubungkan dengan pencapaian individu dan lebih mengarah pada otonomi. Oleh sebab itu, keberhasilan dalam interkasi sosial merupakan esensi kebahagiaan dan kepuasan dalam diri seseorang khususnya masyarakat Indonesia yang identik pada gotong royong dan kebersamaan.
Terkadang dalam usaha untuk menyenangkan orang lain, kita mungkin tanpa sadar terjebak dalam peran seorang "people pleaser". Namun pernahkan terbesit di dalam pikiran bagaimana rasanya menjadi seorang people pleaser walaupun hanya sehari saja? Mungkin beberapa dari pembaca relate dengan hal ini karena pernah atau bahkan sedang mengalami hal yang sama. Namun mungkin beberapa ada yang belum mengetahui bagaimana sih karakteristik seorang people pleaser, bagaimana rasanya menjadi people pleaser, dan apa yang menyebabkan mereka berperilaku demikian. Di dalam artikel ini kita akan memahami bagaimana menjadi seorang people pelaser, apa penyebabnya, dan tentunya bagaimana solusi untuk menghadapinya.
Psikolog UGM, Smita Dinakaramani, S.Psi., M.Psi., Psikolog., menjelaskan bahwa people pelaser adalah sebutan atau label informal bagi seseorang yang memiliki keinginan kuat untuk menyenangkan orang lain. Seorang people pleaser tidak akan segan-segan untuk mengatakan dan melakukan hal-hal yang baik untuk menyenangkan orang lain bahkan ketika hal tersebut bertentangan dengan perasaan mereka, dengan definisi ringkas yaitu orang yang selalu mencoba membuat orang lain merasa senang. Ketika kita memposisikan diri sehari sebagai seorang yang people pleaser, maka kita akan selalu memprioritaskan keinginan orang lain di atas kepentingan diri sendiri, kita sebagai seorang people pleaser akan merasakan lelah karena selalu berusaha menyenangkan orang lain dimana pola ini termasuk adiktif dan kompulsif, karena kita lelah namun kecanduan untuk berusaha terlihat baik-baik saja demi menyenangkan orang lain padahal sejatinya kepuasan itu semu dan kita tidak selalu bisa membuat orang lain senang meskipun sudah melakukan persis seperti yang diinginkannya. Seorang people pleaser dalam kehidupan sehari-hari akan ketergantungan dengan persetujuan dan pengakuan orang lain, namun di satu sisi mereka juga merasa tertekan. Hal ini dilakukan karena seorang people pleaser memiliki keinginan untuk menjadi penting dengan memberikan kontribusi dalam kehidupan orang lain. Ketika seorang people pleaser mendapat pujian serta pengakuan dari orang lain mereka akan merasa senang, aman, dan percaya diri, mereka juga takut dibenci dan tidak disukai orang lain jika tidak melakukan apa yang orang lain minta, mereka juga seringkali mengabaikan kebahagiaan diri mereka sendiri.
Banyak orang yang terjebak dalam kondisi ini, di mana mereka sadar mereka merupakan seseorang dengan gejala people pleaser, mereka sadar bahwa mereka merasa tertekan, namun mereka tetap melakukan apa yang bisa membuat orang lain bahagia. Ketika kita sehari menjadi seorang people pleaser kita akan menjadi pribadi dengan karakteristik mengutamakan kepentingan orang lain diatas kebutuhan sendiri agar disukai orang lain, menganggap kebahagiaan orang lain adalah tanggung jawab kita, haus akan pujian, tidak bisa berkata “tidak” pada orang lain, sering meminta maaf padahal tidak melakukan kesalahan apapun. Sehari saja menjadi seorang people pleaser kita akan merasa terjebak dan tidak dapat bebas menjadi diri sendiri, bukankah melelahkan menjalani kehidupan tanpa ada rasa kebebasan? Kita juga akan merasakan rasanya tertekan dan tidak bahagia selain itu kita juga lebih mudah untuk dimanfaatkan orang lain. Begitu melelahkannya menjadi people pleaser, namun sebenarnya apa yang menyebabkan seseorang berperilaku demikian? Penyebab sifat "People Pleaser" menurut Paul, bermula dari pola pikir masa kecil yang sudah tertanam sejak lama. Biasanya, orang tua menginginkan anak-anak mereka menjadi individu yang baik yang selalu menjadi kebanggaan. Contohnya, jika seorang anak memenuhi keinginan orang tua, ia akan mendapatkan penghargaan, perhatian, dan pujian. Sebaliknya, jika anak tidak memenuhi keinginan orang tua, ia bisa mendapatkan hukuman, diabaikan, atau ditolak. Orang tua yang berusaha mempertahankan citra kuat dan kompeten, tanpa memperhatikan kebutuhan anak untuk dicintai dan diterima apa adanya, justru membuat anak percaya bahwa ia akan diterima jika memenuhi keinginan orang lain. Dalam buku berjudul 'How to Stop Feeling Like Shit' karya Andrea Owen, yang diringkas oleh Shophia Mega, dijelaskan bahwa salah satu penyebab seseorang menjadi "People Pleaser" adalah karena mereka terbiasa hidup dengan standar orang lain yang sulit untuk dipenuhi. Contohnya, standar orang tua yang kadang-kadang memaksa anak untuk mengikuti atau memenuhi keinginan mereka. Hal ini dapat membuat seseorang kesulitan mengatakan 'tidak' dan merasa bahwa mereka tidak pernah cukup baik di mata orang lain. Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa akar dari sifat "People Pleaser" berasal dari pengalaman atau pola pikir dan perilaku masa kecil yang terbentuk sejak lama, selain itu bisa karena memiliki trauma akan kegagalan dan penolakan di masa lalu.
Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk menghindari menjadi "People Pleaser". Berikut adalah empat hal yang dapat diterapkan dalam hidup agar tidak terjerat dalam peran ini:
1. Berani menolak permintaan orang lain jika dirasa merugikan diri sendiri. Jangan ragu untuk mengatakan 'tidak' jika itu bertentangan dengan kehendak hati.
2. Jadilah tegas kepada diri sendiri dan kepada orang lain. Sifat yang kurang tegas membuat Anda rentan diabaikan atau dianggap remeh oleh orang lain.
3. Sampaikan pendapat tentang suatu hal dengan sederhana.
4. Selalu ingat akan konsekuensi buruk yang dapat timbul.
5. Tanamkan dalam diri bahwa kebahagiaan pribadi juga memiliki nilai penting. Jika terus-menerus berusaha memenuhi kebahagiaan orang lain, kapan Anda akan memahami makna kebahagiaan itu?
Dalam kehidupan ini, menjadi seseorang yang menghargai dan menyenangkan orang lain adalah tindakan mulia. Namun, perlu diingat bahwa tidak boleh sampai kita mengorbankan diri sendiri tanpa mempertimbangkan diri kita sendiri. Karena hal ini dapat berdampak negatif bagi diri sendiri. Karena dengan mengakui nilai dan kebahagiaan diri, kita juga mampu memberikan yang terbaik untuk orang-orang di sekitar kita. Tetaplah menjadi diri sendiri, dan jangan ragu untuk mengungkapkan apa yang benar menurut hati kita. Sebab, kebahagiaanmu juga memiliki nilai yang tak ternilai.
Referensi :
Safitri, I. D. (2023). Penerapan Layanan Bimbingan Kelompok dalam Mengatasi People Pleaser pada Mahasiswa Bimbingan Konseling Islam UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten (Doctoral dissertation, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten).
Wee, D. (2021). Tegas Membangun Batas. LAKSANA.
Oleh: Aldera Jean Pramudita (Mahasiswa Psikologi semester 5, Fakultas Psikologi dan Kesehatan UIN Walisongo)
Komentar
Posting Komentar