[Resensi Film] Soul (2020)
WEEKLY POST
(Cr: Pinterest)
Penulis: Tim Sastra
"Jangan sampai pencarian tujuan justru membuatmu kehilangan hidup itu sendiri."
Sutradara : Pete Docter
Produksi : Pixar Animation Studios & Walt Disney Pictures
Genre : Animasi, Drama, Fantasi
Durasi :100 menit
Tanggal
Rilis : 25 Desember 2020 (Disney+)
Joe Gardner (diisi suaranya oleh Jamie Foxx), seorang guru musik sekolah menengah yang bermimpi
menjadi musisi jazz profesional, akhirnya mendapat kesempatan emas untuk tampil di klub jazz
ternama. Namun, ia terjatuh ke lubang got dan "terbang" ke alam semesta spiritual bernama "The
Great Before" tempat jiwa-jiwa baru dibentuk sebelum dikirim ke Bumi. Terjebak di antara
kehidupan dan kematian, Joe bekerja sama dengan jiwa pemberontak bernama 22 (diisi suaranya
oleh Tina Fey) yang sinis terhadap kehidupan di Bumi. Bersama mereka berpetualang melintasi
dimensi untuk mengembalikan Joe ke tubuhnya, sekaligus menemukan jawaban: Apa yang membuat
hidup layak dijalani?
1. Tema Eksistensial yang Revolusioner
Soul berani mengangkat pertanyaan filosofis yang jarang disentuh film animasi:
"Apakah tujuan hidup hanya sekadar passion/karier? Apa arti ‘berhasil’ dalam hidup?" Film ini menggugah paradigma dengan menyatakan: "Spark is not purpose" yang artinya "PercikaN hidup
bukanlah tujuan". Jiwa manusia tidak diukur dari bakat atau pencapaian, melainkan
dari kemampuan merasakan keajaiban hidup sehari-hari seperti langit senja, obrolan dengan
teman, atau sensasi gigitan pizza.
2. Visualisasi Alam Spiritual yang Inovatif
- "The Great Before": Dunia abstrak dengan palet warna pastel dan bentuk geometris lembut, dihuni makhluk 2D bernama Jerry (representasi alam semesta).
- "The Zone": Tempat manusia "tersesat" ketika terlalu fokus pada passion digambarkan sebagai ruang kegelapan dengan monster "Lost Souls".
- "The Great Beyond": Cahaya escalator menuju akhirat simbolisasi kematian yang halus dan tidak menakutkan.
- Joe: Perfeksionis yang terobsesi dengan mimpinya, tapi lupa hidup. Transformasinya terjadi ketika ia menyadari bahwa "laut bisa jadi sekadar air bagi ikan" metafora bahwa kita sering mengabaikan keindahan hidup yang sudah ada di sekitar.
- 22: Jiwa abadi yang takut hidup karena merasa tak punya "bakat". Dialah representasi kecemasan generasi modern akan ekspektasi kesuksesan.
Musik jazz ,improvisasi tanpa skrip, menjadi simbol bahwa hidup bukan rencana yang kaku,
melainkan aliran momen yang harus dirasakan. Adegan pentas jazz akhir bukan tentang standing
ovation, tapi tentang Joe yang akhirnya "hadir" sepenuhnya.
5. Kritik Halus pada Budaya "Hustle"
Film ini menohok budaya modern yang mengglorifikasi kesibukan (seperti karakter konselor
jiwa Terry yang kaku). Pesannya jelas:
"Jangan sampai pencarian tujuan justru membuatmu kehilangan hidup itu sendiri."
Kelemahan:
- Beberapa konsep abstrak (seperti "The Great Before") mungkin sulit dipahami anak kecil.
- Adegan Joe di tubuh kucing bisa terasa agak slapstick di tengah narasi filosofis.
"Life isn’t about finding your purpose. It’s about living it."
Soul mengajak kita berhenti mengejar "tujuan besar" dan mulai menghargai momen kecil derai
tawa, rintik hujan, atau percakapan dengan ibu. Film ini mengubah hidup karena:
- Meruntuhkan definisi "kesuksesan" yang sempit.
- Mengingatkan bahwa hidup adalah kumpulan "sekarang", bukan masa depan.
- Menormalisasi kebahagiaan sederhana tanpa merasa bersalah karena "tidak produktif".
- Saat merasa terjebak rutinitas, tanya diri: "Kapan terakhir kali aku benar-benar merasakan langit atau mendengar musik?"
- Berhenti mencari "passion" secara obsesif cukup buka mata dan hadir di setiap detik.
Editor: Difa Septiari Dinarsih
Komentar
Posting Komentar