[Opini] Kasih Ibu Sepanjang Jalan: Pelajaran dari Tangisan Seekor Induk Gajah
WEEKLY POST
Kasih Ibu Sepanjang Jalan: Pelajaran dari Tangisan Seekor Induk Gajah
Peristiwa memilukan yang terjadi di kawasan hutan lindung Belum-Temenggor, Malaysia pada Minggu, 11 Mei 2025 menjadi sorotan dunia maya. Seekor anak gajah berusia sekitar 5 tahun tewas tertabrak truk, yang mana terekam kejadian pilu seekor induk gajah berdiri di dekat truk yang menabrak anaknya hingga tewas selama kurang lebih 5 jam untuk berusaha menyelamatkan anaknya. Dalam video yang sedang viral, terlihat sang induk seperti “menempelkan” kepala ke truk tersebut, seolah menuntut jawaban atau mungkin hanya ingin berdekatan dengan anaknya untuk terakhir kali. momen ini menyentuh hati banyak orang, bukan hanya karena tragedi kematian satwa, tapi karena terlihat jelas ekspresi duka seekor ibu yang kehilangan anaknya. Kejadian ini juga rame didunia maya membicarakan tentang bahayanya pembangunan terhadap satwa liar juga menjadi cerminan konflik antara pembangunan infrastruktur dan konservasi alam.
Kasih sayang yang ditunjukkan induk gajah dalam kejadian ini mengingatkan kita bahwa perasaan kehilangan bukan hanya milik manusia. Banyak yang lupa bahwa satwa liar, terutama mamalia seperti gajah, memiliki ikatan emosional yang kuat dengan anak-anaknya. Apa yang kita saksikan bukan sekadar insting, tapi bentuk nyata kasih sayang yang dalam. Induk gajah bahkan tidak menyerah walaupun upaya untuk menyelamatkan anaknya tidak membuahkan hasil.
peristiwa ini membuka mata kita terhadap persoalan yang lebih besar: konflik antara manusia dan satwa liar. jalan raya yang membelah habitat alam bukan hanya mengganggu kehidupan hewan, tapi juga menjadi ancaman nyata bagi kelangsungan hidup mereka. Pembangunan yang tidak memperhatikan koridor satwa menyebabkan gajah dan hewan lainnya harus melintasi jalan demi bertahan hidup, sering kali dengan konsekuensi tragis seperti ini. Gajah merupakan salah satu hewan dengan memori kuat yang mana akan selalu melewati jalan yang sama. Seharusnya jalan tersebut dilengkapi dengan jembatan atau terowongan penyebrangan satwa, rambu rambu yang jelas, dan penerangan yang memadai. Hal ini seharusnya bukan lagi menjadi opsi tapi kewajiban yang harus dilakukan.
Tragedi ini seharusnya menjadi pengingat bahwa pembangunan tak boleh dilakukan dengan mengorbankan kehidupan makhluk lain. Pemerintah dan pihak berwenang harus mempertimbangkan pembangunan jalur khusus untuk satwa, pemasangan rambu peringatan, serta sistem pengamanan yang lebih baik di daerah yang menjadi jalur lintasan hewan liar. Dari tangisan sesekor induk gajah seharusnya kita tau bahwa yang memiliki perasaan bukan hanya manusia tetapi juga hewan. Mungkin kita harus belajar menjadi lebih manusiawi disbanding se ekor gajah. Sudah waktunya kita tidak lagi memandang alam sebagai penghalang pembangunan melainkan menjadikanya bagian dari kehidupan yang harus kita hormati. Karna Ketika satu anak gajah meregang nyawa akibat ulah kita, bukan hanya satwa yang kehilanga, kita pun kehilangan sebagian dari kemanusiaan kita sendiri.
Sebagai manusia, kita diberi kemampuan untuk memahami dan merespons secara etis. Maka dari itu, momen seperti ini seharusnya tidak hanya membuat kita sedih sesaat, tetapi juga menggerakkan kita untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Jika seekor induk gajah saja bisa menunjukkan kasih sayang dan duka yang begitu dalam, mengapa kita tidak bisa menunjukkan empati dan tanggung jawab yang lebih besar terhadap alam dan sesama makhluk hidup?
Sumber:
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cpvkn8z28jyo
https://www.metrotvnews.com/read/k8oCVQdB-polisi-malaysia-bebaskan-supir-truk-yang-tabrak-anak-gajah-di-malaysia
https://www.liputan6.com/regional/read/6022043/viral-tragedi-anak-gajah-tertabrak-truk-sang-induk-tidak-mau-tinggalkan-lokasi
Editor: Difa Septiari Dinarsih
Komentar
Posting Komentar