Aksi Kamisan Semarang: Kebebasan Pers di Bawah Ancaman
ESENSIMEDIA.COM - Kamis (17/4/2025) Jurnalis bersama aliansi masyarakat sipil menggelar Aksi Kamisan di depan Polda Jawa Tengah. Para aktivis mengenakan pakaian hitam sebagai simbolis dan membentangkan poster bertuliskan 'save journalist', 'jurnalis bukan teroris', serta 'jurnalis bukan kejahatan'.
Aksi demonstrasi ini juga menampilkan teaterikal drama tentang represif aparat, menunjukkan betapa pentingnya menjaga kebebasan pers dan melindungi jurnalis dari kekerasan saat menjalankan tugasnya.
Dalam aksi tersebut, simbol ‘RIP Demokrasi’ ditampilkan melalui makam buatan dan bunga-bunga yang ditebar sebagai peringatan bahwa demokrasi sedang terancam.
Koordinator Lapangan Aksi, Raditya Mahendra Yasa, menyoroti insiden kekerasan yang dialami oleh seorang pewarta foto dari Kantor Berita Antara Foto pada Sabtu, 5 April 2025. Insiden tersebut melibatkan ajudan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dan menimbulkan keprihatinan terhadap keselamatan jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
Peristiwa kekerasan tersebut merupakan pelanggaran Pasal 18 ayat (1) UU RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Fajar Muhammad Andhika dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menekankan kebebasan pers adalah pilar ke-4 demokrasi “Jika aparat berani melakukan tindakan represif, itu menunjukkan bahwa demokrasi kita berada di bawah ancaman otoritarianisme,” katanya.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang, Aris Mulyawan menyampaikan bahwa Jawa Tengah mengalami darurat kebebasan pers. "Kasus kekerasan terhadap jurnalis semakin marak. Ini tak hanya menimpa jurnalis profesional, tapi juga kawan-kawan pers mahasiswa."
Dimas, anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Justisia UIN Walisongo mengungkapkan bahwa diskusi bertema militerisme yang mereka selenggarakan sempat didatangi oleh oknum TNI. Kehadiran aparat tersebut disertai dengan tekanan yang membuat suasana forum menjadi mencekam. "Setelah berita kami terbitkan, kami juga mengalami ancaman dan teror," ujarnya.
Adapun tutuntutan pada aksi ini yang dibawakan oleh Sekretaris Jenderal AJI Semarang, Iwan Arifianto, yang berisi:
- Pecat aparat pelaku kekerasan terhadap jurnalis.
- Ciptakan ruang aman untuk jurnalis.
- Aparat harus patuh pada Undang-Undang Pers.
- Kapolri bertanggung jawab atas tindakan anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis.
- Meminta perusahaan media melindungi jurnalis yang menjadi korban kekerasan.
Aksi solidaritas ini ditutup dengan penaburan bunga sebagai simbol duka dan penghormatan terhadap perjuangan kebebasan pers.
Kekerasan terhadap Jurnalis: Masalah yang Belum Berakhir
Kekerasan terhadap jurnalis bukanlah masalah baru. Amnesty International Indonesia telah mencatat beberapa kasus kekerasan terhadap jurnalis dan aktivis saat melakukan demonstrasi damai, seperti pada kasus demonstrasi penolakan pengesahan RUU TNI.
Dalam kasus tersebut, polisi menggunakan kekuatan berlebih, seperti penggunaan pentungan, gas air mata dan meriam air, yang menyebabkan beberapa orang luka-luka dan ditangkap. Amnesty International Indonesia mendesak kepolisian untuk mengusut kejadian ini dan mengumumkan secara terbuka.
Mengapa Kebebasan Pers Penting?
Kebebasan pers adalah pilar ke-4 demokrasi yang penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Jurnalis memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi yang akurat dan faktual kepada publik.
Namun, kebebasan pers saat ini menghadapi tantangan besar, termasuk kekerasan terhadap jurnalis dan intimidasi terhadap media yang kritis terhadap pemerintah.
Reporter: Widi Astuti, Aqim Laila, Wahyu, dan Tsabita Izzati
Editor: Difa Septiari Dinarsih
Komentar
Posting Komentar