Cara Simpel Menerima Ketidaksempurnaan Diri
Menerima ketidaksempurnaan pada diri sendiri membutuhkan proses yang terbilang tidak mudah. Sempurna menurut kamus bahasa Indonesia artinya utuh, lengkap segalanya, tidak bercacat, tidak bercela. Itulah yang seringkali menjadi tolak ukur manusia.Kita seringkali berangan-angan alangkah bahagianya jika semua hal itu terjadi seperti sempurna dalam hidup, sempurna dalam asmara, karir, kesehatan, kecantikan, kekayaan dan kesempurnaan lainnya. Tidak ada salahnya menginginkan yang terbaik dalam hidup ini. Terkadang lingkungan kita lah yang memaksa kita untuk menjadi orang yang sempurna itu. Yah, itulah hidup.
Ada yang bilang bahwa hidup itu seperti keramik, mudah sekali pecah dan retak ketika kita tidak berhati-hati dalam menjalaninya. Mungkin memang ada benarnya, kita hanyalah manusia walaupun kita sudah berhati-hati tetap saja kita tidak akan luput dari kesalahan. Kesalahan itulah yang membuat keramik yang awalnya indah menjadi tidak sempurna. Tetapi keramik yang sudah retak tersebut masih bisa diperbaiki. Di Jepang, terdapat seni untuk memperbaiki mangkuk dan cangkir keramik yang pecah atau retak. Seni tersebut bernama “Kintsugi”. “Kin” artinya emas dan “Tsugi” artinya sambungan. Seni ini muncul berkat seorang seniman yang tidak ingin menyerah untuk menambal atau memperbaiki cangkir teh yang rusak. Muncullah sebuah ide dari seniman tersebut untuk menambahkan cairan emas pada bagian yang retak. Akhirnya, cangkir teh yang rusak dan tidak dapat digunakan menjadi sesuatu yang lebih indah dan bernilai karena memiliki kisah dibalik keretakannya.
Filosofi dari Kintsugi ini adalah ibarat sebuah keramik yang retak akan berbeda nilainya tergantung di tangan siapa. Mau dibuang begitu saja atau diubah menjadi sebuah karya yang indah ? Mau ditambal dengan lem biasa atau dengan emas yang bernilai nan mulia ? Luka, trauma, perasaan bersalah dapat menjadi indah tergantung bagaimana menyikapinya. Apakah kamu akan menambal dengan kebencian? Atau dengan kasih dan pengampunan ? Pengampunan bagi mereka yang membuat luka ataupun pengampunan bagi diri sendiri atas kesalahan atau ketidaksempurnaan yang ada. Sama dengan filosofi Kintsugi, menerima ketidaksempurnaan berarti tidak menghakimi diri sendiri, melainkan memahami dan menghargai dirimu seutuhnya.
Berbicara tentang penerimaan diri, ada sebuah terapi dan praktik yang dapat dipraktekan agar kita dapat bahkan lebih menerima diri kita terutama menerima ketidaksempurnaan pada diri kita. Namanya adalah mindfulness. Mindfulness adalah terapi supaya seseorang dapat fokus pada keadaan apa yang dirasakan saat ini. Berdasarkan riset, praktik mindfulness ini dapat membantu kita menerima kelemahan diri kita sendiri. Mindfulness membuka jalan bagi kita supaya kita tidak terlalu larut pada hal negatif dalam diri kita yang bisa jadi menghambat kita untuk bertumbuh. Praktek mindfulness bisa dilakukan dengan :
1. Mengarahkan fokus dan perhatian pada proses bernapas
2. Menerima pikiran dan emosi yang muncul tanpa perasaan menilai
3. Secara perlahan mengembalikan fokus pada proses pernafasan.
Dalam praktik mindfulness ini, kita dapat melakukan di tempat yang sepi dan bisa juga menambah suara atau musik yang tenang seperti musik meditasi supaya mindfulness ini dapat dilaksanakan dengan lebih nyaman, tenang, dan efektif. Dengan menerapkan mindful breathing kita akan merasakan udara yang kita hirup untuk meningkatkan kesadaran kita akan meditasi yang kita lakukan.
Sumber :
Borrelli, E., & Rito, M. L. (2022). Commentary: The kintsugi philosophy: Embrace the imperfection of pulmonary stenosis. The Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery, 163(5), 1627.
Peters, J. R., Eisenlohr-Moul, T. A., Upton, B. T., & Baer, R. A. (2013). Nonjudgment as a moderator of the relationship between present-centered awareness and borderline features: Synergistic interactions in mindfulness assessment. Personality and Individual Differences, 55(1), 24-28.
Penulis: Rasyifa Widiyana Putri (Mahasiswa psikologi semester 4)
Editor: Alfiani Kharisma
Komentar
Posting Komentar