CYBER SEXUAL HARASSMENT DALAM KACAMATA HUKUM INDONESIA

Pesatnya kemajuan teknologi menciptakan kemudahan mengakses informasi di dunia maya. Tercatat pengguna internet di Indonesia pada Tahun 2022 mencapai 210 juta dan jumlah semakin tahun terus bertambah.1 Perkembangan Teknologi dan Informasi yang semakin pesat diibaratkan pisau bermata dua. Mata pisau yang pertama adalah dampak positif yang ditimbulkan yaitu informasi semakin mengalir dan mengerjakan apapun semakin singkat dan cepat. Akan tetapi mata pisau yang kedua adalah dampak negatif yaitu penyalahgunaan teknologi yang semakin meresahkan masyarakat. Salah satu kejahatan yang semakin marak adalah adanya Cyber Sexual Harassement.

Indonesia angka kekerasan Cyber Sexual Harassement mencapai di angka 46 kasus, hal ini menandakan bahwa adanya eksistensi mengenai Cyber Harassement itu sendiri. Cyber Sexual Harassment adalah Tindakan pengancaman atau intimidasi yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain yang dilakukan secara online melalui pesan instan, pesan teks, email atau melalui media sosial dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Tindakan cyber sexual haransment dipicu dari perilaku cyber sex. Cyber Sex merupakan perilaku seseorang untuk mengakses pornografi melalui internet kemudian dilanjutkan dengan keterlibatan di dalam percakapan yang mengarah keseksualitas secara online dengan orang lain atau lawan jenisnya, hal inilah yang disebut sebagai cyber sexual harassment. Cyber haranssment memiliki 6 aspek yaitu aspek compulsivity (pengulangan), aspek sosial (ajakan diskusi mengenai pembahasan seksualitas), aspek efforts (upaya) dan aspek guilt (perasaan bersalah ketika tidak terpenuhi kemauannya). 

Dampak dari tindakan cyber harassment ini akan terlihat dari sisi psikologis misalnya, korban yang sebelumnya terlihat ceria dan percaya diri namun setelah mengalami cyber sexual harassment korban akan mengalami syok, takut dan selektif membatasi media sosialnya untuk orang-orang tertentu.3 Jenis cyber sexual harassment yang dilakukan terhadap korban sangatlah bervariasi sedikitnya ada 5 metode jenis cyber sexual harassment yang biasanya dilakukan yaitu, spamming, pelecehan visual, pelecehan verbal (non fisik), doxing dan akun palsu. Motif dari pelaku Cyber Harassement adalah untuk memenuhi hasrat seksual semata, namun hal ini pelaku semakin mengintimidasi korban ketika korban tidak memenuhi keinginan dari pelaku karena adanya ancaman didalamnya.


Jika menilik kasus Nth Room yang sempat menggemparkan warga Korea Selatan pada taun 2020 yang dilakukan oleh Cho Ju Bin sebagai pelaku utama melalui aplikasi Telegram yang melakukan kejahatan Cyber Harassement terhadap 74 korban dengan korban paling banyak adalah anak di bawah umur dan kurang lebihnya ada 260.000 orang telah mengakses chatrooms di Telegram tersebut. Kejahatan yang dilakukan oleh pelaku adalah dengan melakukan paksaan terhadap korban untuk mengambil foto maupun video tanpa menggunakan pakaian dan menuliskan tulisan “Budak Baksa” pada bagian tubuhnya. Jika korban tidak mengirimkan apa yang dimau oleh pelaku maka korban akan diancam akan disebarkan foto dan video tersebut. Dan korban akan merasa bahwa ia akan dianggap sebagai perempuan yang tidak benar dan terjerumus dalam pergaulan bebas.4

 

Tindakan Cyber Sexual Harassment secara hak asasi manusia maka tindakan ini adalah tindakan yang sama sekali tidak diperbolehkan dilakukan karena tujuannya adalah untuk mengintimidasi orang lain dengan maksud tertentu yang mana hal ini telah terejawantahkan dalam Pasal 2 Deklarasi Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa: 

“Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain” 

Mengacu pada pasal 2 deklarasi hak asasi manusia yang telah disebutkan diatas maka setiap individu berhak atas semua hak dan kebebasan tanpa pengecualian apapun. Kemudian, secara tegas Tindakan intimidasi atau perbudakan secara tidak langsung sebagaimana Tindakan Cyber Sexual Harassment di tegaskan dalam pasal 4 Deklarasi Hak AsasiManusia yang menyebutkan bahwa: 

“Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan; perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun mesti dilarang”. 

Tindakan Cyber Sexual Harassement merupakan tindakan yang telah melanggar Hak Asasi Manusia yang telah merampas kebebasan seseorang dan mengancam harkat dan martabatnya yang termasuk kedalam hak Non Derogable Rights. Hak ini tidak dapat boleh dikurangi dalam keadaan apapun. Sehingga Negara dan pemerintah sudah seharusnya melindungi, menghormati, dan memenuhi hak-hak warga Negaranya dari ancam an kejahatan Cyber. Karena hal ini telah diejawantahkan dalam pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 

Indonesia sebagai negara hukum pastinya memiliki aturan hukum atas segala tindak kejahatan baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (online) karena hukum adalah sesuatu yang dapat menjamin terciptanya masyarakat yang teratur, sehingga hukum tidak hanya berjalan dan berlaku pada dunia nyata namun juga berlaku dalam lingkup dunia maya yang mana hal ini selaras dengan teori Roschoe Pound yang menyatakan Law as a tool of social engineering yaitu hukum adalah alat rekayasa sosial. Melalui undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik pada pasal 27 ayat (4) yang menyebutkan bahwa: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman” Dalam pasal ini terdapat unsur muatan pemerasan dan/atau pengancaman yang mana hal ini sesuai dengan tujuan utama Tindakan Cyber Harassment yaitu mengintimidasi dengan cara mengancam atau memeras pelaku. Tindakan ini diancam dengan sanksi pidana berupa pidana penjara 6 (enam) tahun dengan denda 1 milyar sebagaimana telah tercantum dalam pasal 45 ayat (4) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Indonesia dalam perkembangan hukumnya dimasa yang akan datang terutama perkembangan hukum Pidana, pencegahan dan penanggulangan Cyber Sexual Harassement harus diimbangi dengan pengembangan dan pembenahan dari seluruh elemen sistem hukum pidana. Mulai dari substansi hukum pidana dan pembangunan struktur dan budaya. Sudah seharusnya Indonesia mengedepankan penyelesaian secara Restorative Justice, sehingga pelaku,korban, keluarganya, maupun pihak lain terlibat langsung dalam menyelesaikan permasalahan ini dan menciptakan rasa keadilan di dalamnya. 

 

Sumber :  

Berita Data Terbaru! Berapa Pengguna Internet Indonesia 2022, diakses melalui www.cnnIndonesia.com. Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2021, diakses melalui www.komnasperempuan.go.id. 

Gabriea Aika Rayna S, Gambaran Intensi Penyebaran Materi Pornografi Orang Lain tanpa Persetujuan pada Remaja laki, Jurnal Ilmiah Psikolog MANASA 2020, Vo 9, No 1, 8-17. 

Wirman, W., Sari, G. G., Hardianti, F., & Roberto, T. P. (2021). Dimensi konsep diri korban cyber sexual harassment di Kota Pekanbaru. Jurnal Kajian Komunikasi, 9(1), 79-93.


Komentar

Popular Posts