Sedekah Laut dan Konsep Gratitude dalam Psikologi Positif
Pesisir utara jawa menyimpan banyak tradisi – tradisi
yang menjadi sorotan pariwisata, salah satunya adalah tradisi nyadran di
Kota Pekalongan atau lebih dikenal dengan tradisi upacara sedekah laut, namun
tahukah anda bahwa upacara yang dilaksanakan setiap bulan suro atau muharram
dalam kalender hijriyah ini memiliki makna yang sangat mendalam, baik dalam hal
sosiologi antropologi, religiusitas, dan bahkan makna psikologisnya pun ada.
Kali ini saya akan membahas makna psikologis pada khususnya
konsep gratitude dalam upacara tradisi nyadran atau sedekah laut.
Namun sebelum melangkah ke ranah psikologis dari upacara ini, seyogyanya kita
mengetahui apa itu upacara sedekah laut itu?.
Upacara sedekah laut merupakan upacara yang berisikan
memberi sesuatu yaitu macam-macam sesaji dengan maksud memberikan sesaji kepada
yang menguasai laut sebagai bentuk rasa syukur atas setahun melaut. Upacara
sedekah laut merupakan warisan dalam bentuk kegiatan upacara yang umumnya
dilaksanakan oleh warga pesisir. Upacara ini dilaksanakan oleh warga pesisir
dengan berbagai latar belakang profesi seperti nelayan, pedagang hasil laut,
penyedia jasa wisata laut, dan sebagainya, umumnya keinginan para warga dari
diadakannya upacara sedekah laut adalah kelancaran dan keberkhan dari hasil
laut yang akan mendatang, harapan seperti menambahnya hasil laut juga turut
diinginkan oleh para warga. Hal ini menjadi salah satu kelebihan menarik,
karena tidak hanya sekedar upacara yang dijalankan turun-temurun namun
merupakan upacara yang sarat akan makna.
Pernyataan diatas diperkuat dalam penelitian Adisty
pada tahun 2020 yang berjudul “Nilai-nilai, dan Makna Simbolik Tradisi Sedekah
Laut di Desa Tratebang Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan” dengan
kesimpulan bahwa nilai-nilai yang ada pada tradisi sedekah laut berupa nilai
spiritual, nilai ekonomis, nilai kebersamaan dan gotong royong, nilai politis,
nilai kegembiraan, dan nilai pendidikan. Sedangkan untuk makna simbolik pada
tradisi sedekah laut di Desa Tratebang, Kecamatan Wonokerto, Kabupaten
Pekalongan. Antara lainnya kepala kerbau yang disimbolkan sebagai ketulusan
dalam pengorbanan tetapi juga diartikan sebagai upaya untuk menolak pembodohan
dan sifat kebinatang-binatangan, pembakaran jerami yang disimbolkan sebagai
upaya untuk menolak bala yang kasat mata ataupun tidak kasat mata, nasi tumpeng
disimbolkan sebagai berkah kehidupan, ikan sebagai lauk disimbolkan sebagai
tekad yang kuat dalam melaut, daun pisang sebagai alas bermakna manusia berasal
dari tanah maka tanah inilah yang harus dijaga, peralatan dapur dan peralatan
rias yang beralaskan daun pisang menyimbolkan rasa hormat dan terimakasih
terhadap Nyi Roro Kidul, bunga tujuh rupa melambangkan cinta kasih terhadap
sesama makhluk, bubur merah putih disimbolkan sebagai wujud syukur kepada Allah
SWT, kopi yang dibuat manis menyimbolkan kehidupan tidak selalu pahit namun ada
manisnya, jajanan pasar dan buah buahan menyimbolkan bahwa apa yang dikonsumsi
di darat oleh masyarakat setempat ikut disedekahkan, air dari tujuh mata air
menyimbolkan harapan masyarakat untuk diberi keberkahan hingga tujuh hari, dan
kelapa hijau sebagai permintaan dari makhluk gaib penghuni lautan.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan sedekah laut
merupakan wujud syukur atas apa yang telah diberikan Tuhan melalui laut-Nya
kepada para nelayan, sehingga dapat dikategorikan sebagai konsep gratitude
dalam psikologi positif yang dikembangkan di psikologi barat.
Pengertian konsep gratitude menurut Emmons dan
McCullough pada tahun 2003, mengemukakan bahwa gratitude diambil dari bahasa
latin gratia yang berarti kelembutan, kebaikan hati, atau berterima kasih semua
kata yang berasal dari akar kata gratia berhubungan dengan kebaikan,
kedermawanan, pemberian, keindahan dari memberi dan menerima atau mendapatkan
sesuatu tanpa tujuan apapun.
Tokoh psikologi Seligman dan Peterson pada tahun 2004
menjelaskan gratitude sebagai suatu perasaan terima kasih dan menyenangkan atas
respon penerimaan hadiah, dimana hadiah itu memberikan manfaat dari seseorang
atau suatu kejadian yang memberikan kedamaian.
Masih menurut Peterson dan Seligman pada tahun 2004
membagi jenis bersyukur menjadi dua jenis yaitu:
(a). Bersyukur secara personal atau bersyukur sosial
adalah rasa berterimakasih yang ditujukan kepada orang lain secara khusus yang
telah memberikan kebaikan.
(b). Bersyukur secara transpersonal yakni suatu
ungkapan terima kasih kepada Tuhan yang telah memperkaya kualitas hidup, individu
yang bersyukur lebih cenderung mengakui keyakinan akan keterkaitan seluruh
kehidupan, serta ikatan dan tanggung jawab terhadap orang lain, dan kelompok
religi pada umumnya melakukan aktivitas yang melibatkan anggotanya untuk
merefleksikan kondisi baik atau pemberian yang disyukuri dalam hidup.
Kesimpulan yang dapat diambil dalam pemaparan konsep gratitude dengan upacara tradisi sedekah laut, memiliki “benang merah” yang tidak lain dan tidak bukan adalah ungkapan terima kasih atas nikmat yang telah diberikan, merujuk pada pembagian jenis bersyukur oleh Peterson dan Seligman pada tahun 2004 sedekah laut dapat dikategorikan sebagai bersyukur secara transpersonal, karena rasa terima kasih dihaturkan kepada Sang pencipta alam
Oleh : Mohammad Alfin Faza
Komentar
Posting Komentar