Hate Speech di Indonesia

Dilansir dari Kemkominfo RI, mengatakan bahwa internet merupakan media paling popular yang digunakan untuk menyebarkan narasi-narasi yang berkaitan dengan ujaran kebencian (Hate speech). Sebagian besar masyarakat Indonesia masih berpikir bahwa internet adalah dunia maya. Di dalam KBBI dijelaskan bahwa, maya adalah tampak ada, tetapi pada faktanya tidak ada.

Terminologi Ruang siber (cyberspace) pertama kali dikenalkan oleh William Gibson, Sastrawan Amerika dalam bukunya yang berjudul Neuromancer (1984). Menurutnya dunia internet telah dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk membuat berbagai narasi yang diharapkan dapat tersebar luas secara cepat. Kecepatan penyebaran informasi ini dinilai melebihi kecepatan cahaya.

Apabila dlihat dari sisi hukum masih tertinggal jika dibandingkan dengan perkembangan budaya dan teknologi sehingga hukum menjadi tidak akomodatif. Pelaksanaan hukum di Indonesia dinilai masih kurang efektif. Salah satu faktor utamanya adalah jumlah pelaku yang sangat banyak.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus melaporkan, dalam rentang waktu Maret hingga April 2020 setidaknya ada sebanyak 443 laporan masuk yang berkenaan dengan kasus ujaran kebencian dan juga berita bohong. Itu artinya, hate speech masih menjadi salah satu permasalahan serius dalam hal penggunaan sosial media bagi masyarakat Indonesia. Istilah hate speech semakin fenomenal disaat sedang terjadi kontestasi pemilihan politik, salah satunya pernah terjadi pada saat Pemilihan Presiden pada tahun 2019 lalu. Para simpatisan calon tertentu biasanya akan melontarkan ujaran kebencian kepada calon dari pihak lawan dengan tujuan untuk saling menjatuhkan dan mencemari nama baik rivalnya.

Dewasa ini, fenomena ujaran kebencian tidak hanya terjadi pada saat momentum-momentum besar tertentu seperti Pemilihan Umum. Ada berbagai faktor pendorong untuk seseorang melakukan ujaran kebencian, bahkan untuk hal yang terlihat sepele. Banyak hal yang dapat melatarbelakangi seseorang melakukan ujaran kebencian, antara lain karena permasalahan emosional pribadi, disinformasi atau termakan berita bohong, bahkan juga hanya karena motif iseng belaka, yang malah akan berujung menjadi petaka.

Sejak adanya media baru, kebiasaan manusia menjadi berubah. Dengan sosial media, setiap orang dapat dengan bebas menyampaikan pendapat dan perasaannya dengan menuangkan hal tersebut ke dalam sebuah bentuk tulisan, foto, dan atau video lalu diunggah ke halaman sosial media milik pribadinya. Termasuk untuk mengungkapkan ketidaksukaan akan suatu hal atau yang berbau kebencian. Ujaran kebencian pada dasarnya adalah fenomena yang sudah lama terjadi, namun dilakukan tidak secara terang-terangan dan menggunakan media berbeda. Di zaman saat ini, sebagian orang menganggap bahwa dengan adanya sosial media, dirinya dapat dengan leluasa menggunakan sosial media sebagai media yang paling mudah untuk digunakan dalam menyampaikan ujaran kebencian terhadap orang lain.

Salah satu tantangan dan ancaman kebhinekaan Indonesia yaitu ujaran kebencian (hate speech). Maraknya ujaran kebencian ini setidaknya berdampak negatif dalam menjalin hubungan baik antar sesama manusia dan antar umat beragama yang selama ini telah terbangun. Semua agama pun melarang umatnya membenci sesama manusia. Sebaliknya, agama justru mengajarkan kepada setiap umatnya untuk saling menyapa, berinteraksi, berdialog, bahkan bekerja sama dengan semangat saling mencintai, saling menyayangi, dan saling melindungi. Ujaran kebencian (hate speech) bertentangan dengan hak asasi manusia untuk bebas berbicara (free speech). Kebebasan berbicara adalah hak bagi setiap warga negara. Kebebasan berbicara ini juga merupakan hak dalam demokrasi. Ciri khas kebebasan berbicara yang demokratis tetap berdasarkan pada asas kepatuhan kepada hukum dan peraturan. Namun, demokratisasi komunikasi terkadang di luar batas-batas kewajaran, seperti hate speech.

Pada tahun 1948, Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah melindungi Hak Asasi Manusia yang tertuang di Hukum Internasional dengan mengadopsi Deklarasi Universal Hak asasi Manusia (the Universal Declaration of Human Rights). Dalam konteks ini “fitnah” atau “ujaran kebencian”, dianggap sebagai ujaran yang sangat berbahaya karena berpeluang pada kebencian, kekerasan, merusak kebaikan di ruang publik, dan intimidasi diskriminasi. Tindakan-tindakan seperti ini merusak martabat manusia dan para korbannya. Sejak 2006, Indonesia telah menandatangani International Covenant on Civil and Political Rights, namun belum mengeluarkan undang-undang tentang kejahatan ujaran kebencian.

Selain KUHP dan the Universal Declaration of Human Rights, Islam juga memberikan hak kepada siapa saja untuk berekspresi secara bebas, selama ujaran yang disampaikan tidak mengganggu kebebasan dan harga diri orang lain. Tidak ada ruang bagi penyebaran kejahatan dan keburukan dalam Islam. Islam tidak memberikan hak kepada siapa pun untuk menggunakan bahasa kasar atau ofensif atas nama kritik dan kebebasan berbicara. Memang, Islam memberikan hak kepada setiap orang untuk memiliki pendapatnya sendiri, tetapi pendapat yang dikemukakan harus disampaikan dalam batas-batas moralitas.

Hate speech dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab akhir-akhir ini bisa menjadi kemunduran bagi Indonesia karena hate speech menghilangkan rasa saling menghormatidan kesenjangan sosial. Hate speech adalah sikap yang tidak beretika, tidak menunjukkan nilai-nilai nasionalis dan agamis, dan intoleransi yang dapat mendorong terjadinya kekerasan (condoning). Jika ujaran kebencian ini tidak ditangani secara serius, maka sikap seperti ini akan menjadi modal buruk bagi penguatan demokrasi dan hak asasi manusia.

Hate speech di Indonesia sangat beragam bentuknya, mulai dari persoalan politik, sosial, ekonomi, agama hingga kehidupan sehari-hari. Ada banyak kasus dan konflik kekerasan di Indonesia yang dimulai dari tindakan intoleransi. Sebagai contoh, kekerasan terhadap Ahmadiyah (2005), pengusiran komunitas Syiah Sampang (2012), atau yang menimpa Komunitas Muslim Torikara (2015). Gejala dan pemicunya dimulai dari kebencian, penyesatan, stigma, dan diperparah lagi dengan diskriminasi pemerintah, hingga berakhir dengan kekerasan. Ujaran kebencian bukan hanya ditujukan kepada manusia, tetapi juga dasar negara Indonesia Pancasila, turut menjadi sasaran. Padahal, sebagaimana dikatakan Azyumardi Azra, Pancasila menjadi prinsip dasar yang menekankan politik pengakuan atau prinsip penerimaan siapa pun yang menjadi bagian dari bangsa.

Selain melalui dunia “offline” (seperti pidato, ceramah, dan pertemuanpertemuan), hate speech disampaikan melaui dunia “online” atau media sosial (seperti WhatsApp, Twitter, Facebook, dan sebagainya) yang jumlahnya jauh lebih besar seperti penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian. Pengguna Facebook di Indonesia cukup banyak jumlah (lebih dari 125 juta, terbesar setelah India, Amerika Serikat, dan Brasil, menurut data dari perusahaan tahun lalu). Pengguna Facebook di Indonesia melakukan hate speech yang memicu meningkatnya intoleransi agama dalam beberapa tahun terakhir. Seperti dikutip oleh Kompas.com, Indonesia memiliki jumlah pengguna Facebook tertinggi keempat di dunia. Pada Januari 2018, ada 130 juta akun di jejaring sosial, atau 6 persen dari total pengguna global. Kota-kota dengan pengguna paling aktif di Indonesia adalah Bekasi di Jawa Barat dengan 18 juta akun dan Jakarta dengan 16 juta akun. Ini menjadikan Indonesia negara dengan pengguna Facebook terbanyak di Asia Tenggara. Semakin maraknya hate speech ini didukung oleh semakin banyaknya pengguna smart phone yang aktif berselancar di media sosial. Akibatnya, hubungan harmonis di masyarakat menjadi terancam. Media sosial sebagian besar disalahgunakanterutama selama pemilihan presiden 2014 dan pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017, dengan Facebook dan Twitter menjadi platform terbesar dan karenanya paling berpengaruh. Namun, ini lebih berkaitan dengan kebohongan dan hate speech daripada pemanfaatan data yang positif.


Oleh : Sayyidah Sakhowah dan Luluk Nur Azizah. 


Daftar Pustaka : 

Irawan. (2018). Hate Speech di Indonesia: Bahaya dan Solusi. Mawa'izh Jurnal Dakwah dan Pengembangan Sosial Kemanusiaan, 9(1), 1-17.

Kumparan. Media Baru dan Fenomena Hate Speech di Indonesia: Media Penyakit Sosial Baru. https://kumparan.com/mohamad-beryandhi/media-baru-dan-fenomena-hate-speech-di-indonesia-media-penyakit-sosial-baru-1uTKOats1y9/full

Republika. Kemenkominfo: Internet paling Populer Sebarkan Hate Speech. https://www.republika.co.id/berita/qi77o7428/kemenkominfo-internet-paling-populer-sebarkan-hate-speech



Komentar

Popular Posts