Wajah Gizi Indonesia Masa Kini : Double Burden of Malntrition dan Dampaknya


Di masa kini, kekurangan gizi masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang perlu diperhatikan karena masih sedikit mengalami penurunan. Prevalensi kekurangan gizi yang cukup tinggi yang kemudian diiringi dengan meningkatnya prevalensi obesitas menyebabkan Indonesia menderita Double Burden of Malnutrition (Beban Ganda Masalah Gizi) yang terjadi di sepanjang siklus kehidupan, dimulai dari balita, anak, remaja, dewasa hingga wanita hamil. Double Burden of Malnutrition ini tidak hanya terjadi pada tingkat populasi dan indivudu, namun juga pada tingkat rumah tangga.

Keberadaan kekurangan gizi (gizi makro dan gizi mikro) dan obesitas di dalam keluarga telah dipublikasikan secara ilmiah. Penelitian yang dilakukan dengan jumlah sampel sebesar 6468 keluarga yang memiliki pasangan ibu dan anak usia 2-18 tahun dan tinggal dalam satu rumah. Menunjukkan prevaleni Double Burden of Malnutrition di Indonesi yaitu 8,27%. Hal ini menunjukkan bahwa hampir 1 dari 10 keluarga di Indonesia adalah keluarga dengan status gizi beban ganda. Faktor-faktor yang dikaitkan dengan Double Burden of Malnutrition ini adalah usia ibu, pendidikan ibu, jumlah anak, dan jumlah anggota rumah tangga (Astuti, Huriyati & Susetyowati, 2020).

Ada tiga faktor yang secara tidak langsung menjadi penyebab dari Double Burden of Malnutrition, yaitu: (1) konsumsi pangan yang tidak memadai dan kerawanan pangan, penyakit; (2) penyakit, akses yang tidak memadai terhadap pelayanan kesehatan, serta minimnya akses air bersih dan sanitasi; (3) praktik PMBA dan minimnya asupan makanan ibu, serta praktik perawatan ibu dan pengasuhan anak yang kurang optimal (Kementrian PPN/Bappenas, 2019).

Keadaan ekonomi (keterjangkauan) merupakan penyebab utama terjadinya Double Burden of Malnutrition, dimana rumah tangga menengah ke bawah kesulitan untuk mencapai pola konsumsi yang cukup dan beragam, sedangkan rumah tangga menengah ke atas memiliki pola konsumsi yang berlebih. Hal ini merupakan kontribusi nyata atas terjadinya kekurangan gzi pada masyarakat menengah ke bawah dan obesitas pada masyarakat menegah ke atas.


Kekurangan gizi menyumbang 45% kematian pada balita di seluruh dunia dan anak yang kekurangan gizi berisiko lebih besar untuk terkena infeski (penyakit menular) seperti diare dan infeksi saluran pernapasan akut. Selain itu kondisi Indonesia yang memasuki masa transisi epidemiologi ditandai dengan bergesernya penyakit menular ke arah penyakit tidak menular (PTM). Secara bersamaan, anak yang gemuk cenderung akan tumbuh menjadi orang dewasa yang mengalami obesitas. Obesitas merupakan penyebab utama terjadinya PTM, seperti Diabetes Mellitu, hipertensi, penyakit kardiovaskular, dan lain sebaginya. Berat badan berlebih dan obesitas pada ibu hamil juga meningkatkan risiko kematian bayi. PTM yang terus meningkat berdampak pada bertambahnya beban sistem pelayanan kesehatan.

Double Burden of Malnutrition menyebabkan banyak kerugian di berbagai macam sektor. Bahkan dapat terjadi sebelum kelahiran. Remaja putri dengan berat badan kurang akibat kekurangan energi kronik (KEK) akan tumbuh menjadi wanita dewasa dan berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR berisiko lebih tinggi mengalami kekurangan gizi pada masa kanak-kanak. Jika tidak dibarengi dengan praktik perawatan dan pengasuhan anak yang optimal, maka rantai Double Burden of Malnutrition akan berlanjut ke generasi berikutnya.

Permasalahan Double Burden of Malnutrition yang begitu komplek kemudian menuntut pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini dengan langkah-langkah yang efektif. Pendekatan pemerintah di atur dalam UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 yang mentapkan ttujuan prioritas untuk meningkatkan gizi dan strategi untuk Program Perbaikan Gizi Masyarakat. Strategi tersebut adalah:

a) Peningkatan pola konsumsi makanan sesuai dengan gizi seimbang;

b) Peningkatan kesadaran dan perilaku gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan;

c) Peningkatan akses, dan kualitas layanan gizi sesuai dengan informasi ilmiah dan teknis;

d) Peningkatan sistem pengawasan pangan dan gizi.

Undang-undang lebih lanjut menetapkan kewajiban pemerintah termasuk dalam merespon kebutuhan gizi keluarga yang hidup dalam kemiskinan dan/atau yang terdampak oleh kejadian darurat. Pemerintah juga bertanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya gizi. UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012 menetapkan bahwa pemerintah berkewajiban mengatur perdagangan pangan dengan tujuan menjaga pasokan dan harga makanan yang stabil, mengelola cadangan makanan dan menciptakan iklim bisnis yang sehat.Undang-undang tersebut juga menyatakan bahwa Rencana Aksi Pangan dan Gizi harus disiapkan setiap lima tahun baik di tingkat pusat maupun daerah.



Oleh : Aliza Zulkham Putri (Mahasiswi Gizi tingkat empat UIN Walisongo Semarang)


Referensi :

Kementrian PPN/Bappenas. 2019. Kajian Sektor Kesehatan : Pembangunan Gizi di Indonesia. Jakarta: Kementrian PPN/Bappenas.

Astuti, Huriyati & Susetyowati. 2020. Prevalensi dan Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Beban Gizi Ganda pada Keluarga di Indonesia. Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 16(1) 100-115. DOI : http://dx.doi.org/10.30597/mkmi.v16i1.9064

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan


Komentar

Popular Posts