Perubahan Interaksi Sosial di Tengah Pandemic Covid-19

 


Covid-19 merupakan sebuah wabah yang cukup menggemparkan masyarakat beberapa waktu belakangan. Covid-19 sendiri disebabkan oleh virus SARAS-CoV-2 yang mengakibatkan gangguan pernapasan dimulai dari gejala yang ringan seperti flu, hingga yang berat seperti pneumonia. Pemerintah sendiri telah berupaya untuk menanggulangi wabah tersebut salah satunya dengan membuat kampanye kesehatan. Dampak dari pandemic ini mencakup terbatasnya interaksi social di tengah masyarakat. Kegiatan di sekolah, perkantoran, dan tempat umum lainnya dilakukan secara daring atau online. Pada awal kebijakan tersebut diberlakukan masyarakat cukup terkejut karena belum terbiasa, sehingga butuh adaptasi dalam beberapa waktu. Tampaknya masyarakat kini sudah tidak asing lagi dengan media social sebagai jembatan dalam berkegiatan sehari-hari. Penggunaan media social seperti Zoom, Google Meet, Ms. Teams, dan lainnya sudah umum digunakan. Tak luput juga mahasiwa terkena dampak dari kebijakan daring selama pandemic. Kegiatan perkuliahan yang semula tatap muka berubah menjadi online dan dilakukan jarak jauh. Mahasiswa yang biasa bertemu secara lamgsung kini hanya menatap layar gawai yang mereka miliki. Proses belajar pun ikut berubah, yang semula belajar di kelas kini hanya berbicara jarak jauh dengan teman-teman dan dosen. Para dosen yang mengajar juga ikut beradaptasi dengan kebijakan ini, salah satu contohnya ialah mengadakan ujian yang dilakukan dengan media google form. Tampaknya, perubahan yang hadir kurang lebih selama satu tahun membuat mahasiswa merasa nyaman dengan kegiatan yang serba online. Perubahan ini dirasa mempermudah karena menggunakan teknologi sehingga waktu yang digunakan lebih efektif. Namun, tak dipungkiri juga bahwa perubahan ini memiliki dampak negatif seperti membuat tubuh mudah lelah, rasa simpati yang menurun, mudah dipengaruhi media social dan cenderung membuat kaku saat berinteraksi secara langsung. Dengan adanya dampak negative tersebut, diharapkan pandemic ini segera berakhir dan kehidupan kembali normal. Namun, pemanfaatan teknologi seperti saat ini tetap berlangsung guna membuat aktivitas lebih efisien.



Contoh lainnya yang tidak begitu jauh saat ini ialah kegiatan masyarakat Muslim menyambut Hari Raya Idul Fitri 1442 H. sudah 2 tahun ini pemerintah mengeluarkan larangan mudik bagi warganya. Bukan tanpa alasan, hal ini dilator belakangi oleh angka kasus Covid-19 yang masih tinggi dan bertambah, sehingga besar potensi penularan ke sanak keluarga di desa. Terlebih lagi, virus dapat ditularkan dari pemudik yang berasal dari kota. Pemerintah sendiri melakukan penyekatan di beberapa titik seperti contohnya di tol Cikampek. Pemudik yang nekat berangkat akan diminta untuk memutar bnalik kendaraannya karena tidak diperkenankan untuk meneruskan perjalanan. Namun tampaknya ada beberapa pemudik yang lolos dan dapat meneruskan perjalanan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media social sebagai jembatan belum sepenuhnya dapat menggantikan interaksi social secara langsung. Para pemudik yang dapat meneruskan perjalanan sepertinya tidak merasa cukup jika hanya berkomunikasi menggunakan gawai. Rasa rindu yang dirasakan pemudik untuk keluarga tidak sepenuhnya dapat tersalurkan hanya dengan video call saja. Dan juga tidak semua keluarga pemudik yang sudah berusia lanjut mengerti cara penggunaan gawai tersebut. Tentu saja ini menjadi tantangan tersendiri dalam berinteraksi social yang di alami para perantau. Untuk sebagian masyarakat perantau yang tidak pulang ke kampung halamannya hanya bisa berlebaran di tempat perantauan saja, mungkin hanya sekedar bersilaturrahmi dengan tetangga dekat tempat tinggal. Mereka berharap agar pandemic ini segera berakhir dikarenakan sudah cukup lama tidak pulang ke kampung halaman. Perjalanan jarak jauh sendiri juga dibatasi, untuk orang-orang yang memiliki urusan di luar kota namun tidak dapat dilakukan secara virtual harus memenuhi beberapa prosedur sebelum keberangkatan, salah satunya adalah tes bebas Covid-19. Interaksi social pada proses ini juga sangatlah terbatas, karena jaga jarak wajib untuk dilakukan sehingga tidak dianjurkan untuk mengobrol dengan orang lain dalam jarak dekat, tentu saja ini juga akan menyulitkan manusia untuk berkomunikasi. Selain itu, penggunaan masker juga membuat orang harus berbicara lebih keras agar suara mereka terdengar. Dampak lainnya ialah tempat wisata, biasanya pada saat hari libur atau akhir pekan, masyarakat pergi ke tempat wisata bersama dengan keluarga. Namun sejak pandemic terjadi banyak tempat wisata yang tutup walaupun masih ada yang buka dengan penerapan protocol kesehatan. Kegiatan berwisata yang biasa dilakukan untuk menghibur diri dan bercengkrama bersama keluarga kini tidak dilakukan lagi. Kebanyakan masyarakat menghibur diri mereka dengan penggunaan gadget saja, seperti menonton video, bermain game, hingga berbelanja secara online. Namun baru-baru ini, masyarakat tampak bosan dengan kegiatan tersebut, sebagian mulai menyalurkan hobi bersepeda. Kemungkinan masyarakat mulai merindukan adanya interaksi social antar manusia. Diharapkan dengan vaksin yang mulai diberikan ke masyarakat dapat membantu mengembalikan keadaan seperti semula, karena tak dipungkiri juga bahwa manusia merupakan makhluk social yang membutuhkan manusia lain, maka dari itu perlu adanya interaksi social yang juga sebagai kebutuhan manusia.


Oleh : Ayuning Aprilia (Mahasiswi Jurusan Gizi tingkat empat UIN Walisongo Semarang)

Komentar

Popular Posts