Gangguan Psikosomatis: Ketika Stress Memicu Timbulnya Penyakit Fisik
Hampir setiap orang tidak luput dari yang namanya stress. Aktivitas dan pekerjaan yang menumpuk baik di tempat kerja, sekolah, kampus, dan lain-lain bisa memicu terjadinya stress pada seseorang. Secara etimologi sendiri ‘stres’ berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘merimnao’ yang merupakan perpaduan dua kata dari, ‘meriza’ (membelah, bercabang) dan ‘nous’ (pikiran). Dari kedua istila tersebut, maka stress dapat bermakna sebagai pikiran yang terbagi atas minat-minat yang baik dengan pikiran-pikiran yang merusak (Marthaningtyas, 2012). Menurut Santrock (2003) mendefinisikan bahwa stres merupakan respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stressor) yang mengancam dan menggagu kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping). Dalam definisi lain, stress juga didefinisikan sebagai gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh adanya perubahan atau tuntutan kehidupan. Sedangkan menurut Arumwardhani (2011) stress merupakan suatu tekanan yang dialami individu dalam usaha pencapaian target dalam standar pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
Padatnya aktivitas sehari-sehari seseorang dengan segala tuntutan yang terjadi dalam kehidupannya mulai dari pekerjaan yang harus segala diselesaikan, belum lagi jika ada permasalahan keluarga di rumah, ataupun seorang mahasiswa yang diharuskan menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya segera, memikirkan kehidupan ke depannya bagaimana, dan lain-lain. Hingga pada akhirnya dengan adanya tuntutan-tuntutan tersebut menyebabkan sebagian orang merasa tertekan, kelelahan, sehingga dapat menimbulkan stress. Stress juga dapat ditimbulkan dari adanya ketidaksesuaian pemenuhan kebutuhan hidup seorang individu yang terlalu tinggi, ibaratnya antara ekspektasi tidak sejalan dengan realita atau hasil yang diterimanya. Sehingga apabila standar pemenuhan kebutuhan hidup seorang individu terlalu tinggi, kemungkinan tekanan (stres) yang dialaminya pula akan semakin tinggi, demikian pula sebaliknya (Arumwardhani, 2011).
Maka dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu bentuk tekanan psikologis yang dialami oleh seseorang akibat suatu peristiwa atau keadaan yang dipersepsikan sebagai suatu perubahan yang mengancam kehidupannya, sehingga hal tersebut menyebabkan gangguan pada kondisi tubuhnya baik secara fisik maupun psikis. Jika biasanya gangguan kesehatan terjadi karena adanya cedera, infeksi, ataupun penyakit fisik lainnya, namun berbeda halnya dengan psikosoomatis.Bahkan gangguan psikosomatis yang dipicu oleh stres emosi dapat berdampak pada rasa nyeri tertentu pada tubuh.
Sehingga tidak heran, jikalau tidak jarang orang yang mengalami kelelahan secara psikologis, seperti stress dapat berdampak pada kelemahan kondisi fisiknya. Kondisi seperti ini biasa disebut dengan istilah psikosomatis.Istilah psikosomatis sendiri muncul pada awal tahun 1800-an, di mana pada saat itu bidang medis mulai mempertimbangkan beberapa penyakit yang dapat dipengaruhi oleh faktor sosial dan psikologis. Secara etimologi, istilah psikosomatik mulai digunakan untuk menyatakanb keterkaitan antara ‘psike’ atau pikiran dan ‘soma’ atau tubuh, baik dalam keadaan sehat maupun sakit (Videbeck, 2008).
Secara terminologi, gangguan psikosomatis merupakan bentuk penyakit fisik yang gejalanya ditimbulkan oleh adanya proses mental seseorang. Apabila dalam pemerikasaan medis tidak ditemukan penyebab penyakit fisik dari gejala-gejala yang timbul, dapat dimungkinkan bahwa gejala penyakit fisik tersebut muncul akibat adanya kondisi emosional, seperti kemarahan, depresi, dan rasa bersalah. Gangguan psikomatis menjadi salah satu masalah kesehatan mental yang berkaitan erat dengan kondisi pola pikir seseorang. Psikosomatis terjadi ketika ada pemicu dari pikiran dan dipengaruhi pula oleh emosi seseorang. Dikutip dari Halodoc (2020), gangguan psikosomatis sendiri digambarkan sebagai penyakit fisik yang diduga disebabkan atau diperparah oleh kondisi mental. Dalam beberapa kasus penyakit, ditemukan bahwa kondisi mental yang kurang baik ternyata dapat mempengaruhi tubuh seseorang hingga hal tersebut dapat memicu terjadinya penyakit baru atau memperparah penyakit yang sudah ada.
Seorang individu yang mengalami gangguan psikosomatis memiliki gejala yang bervariasi antara individu satu dengan yang lainnya. Gejala ini pun dapat berubah-ubah tergantung dari kondisi psikologis seseorag. Terdapat beberapa gejala yang sering dirasakan oleh pengidap psikosomatis di antaranya :
1. Jantung berdebar.
2. Sesak nafas.
3. Tubuh terasa lemas.
4. Nafsu makan berkurang.
5. Kesulitan tidur.
6. Kepala terasa nyeri.
7. Seluruh tubu terasa nyeri.
Lalu, mengapa kondisi mental seseorang dapat mempengaruhi kondisi fisik seseorang. Sebenarnya hal ini dapat terjadi apabila seseorang merasa cemas atau takut maka secara tidak langsung fisiknya pun akan ikut merespon hal tersebut dengan memunculkan tanda-tanda seperti, jantung yang berdebar (palpitasi), denyut jantung menjadi cepat, mual, gemetaran atau tremmor, mulut kering, dada sakit, napas menjadi cepat, nyeri di seluruh tubuh.
Serangkaian gejala fisik yang terjadi tersebut muncul karena meningkatnya aktivitas impuls saraf dari otak ke berbagai bagian tubuh. Adanya pelepasan hormon adrenalin (epinefrin) ke dalam aliran tubuh dapat menyebabkan gejala-gejala fisik tersebut. Selain itu pula, beberapa bukti menyebutkan bahwa otak manusia mampu mempengaruhi sel tertentu dari sistem kekebalan tubuh yang terlibat dalam berbagai penyakit fisik.
Sebenarnya hingga saat ini, belum diketahui secara pasti bagaimana pikiran dapat menimbulkan gejala dan penyakit fisik. Namun, dalam hal ini stress diduga menjadi salah satu faktor yang merusak kesehatan seseorang, tidak hanya secara mental dan psikologis saja, tetapi juga secara fisik. Sehingga tidak heran, jikalau seseorang mengalami stress mengakibatkan jatuh sakit atau sakitnya semakin parah ketika stres.
Lalu, bagaimana cara untuk mengatasi dan meringankan gejala psikosomatis ini? Ada beberapa cara untuk mengatasi dan meringankan gejala ini yakni dengan beberapa metode terapi dan pengobatan, antara lain :
1. Psikoterapi, misalnya dengan terapi CBT (Cognitive Behavioural Therapy).
2. Latihan relaksasi atau meditasi.
3. Teknik pengalihan
4. Hipnosis atau hipnoterapi
5. Terapi listrik, yakni dengan menggunakan Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS).
6. Fisioterapi
7. Obat-obatan, seperti antidepresan yang diresepkan oleh dokter.
Dari informasi yang telah dipaparkan di atas terkait dengan psikosomatis. Harapannya agar kita dapat lebih mengenal tentang psikosomatis dan mengetahui gejala-gejalanya. Sehingga apabila gejala tersebut nantinya terjadi pada diri kita ataupun orang terdekat kita, setidaknya kita dapat mengetahui bagaimana cara untuk meringankan gejala tersebut atau segera mencari pertolongan pertama ke dokter.
Oleh : Ummi Latifah Fitria Hamdan (LPM Esensi)
Komentar
Posting Komentar