SUDAHKAH KITA HABLUMMINAL ALAM?

“Bagaimana bisa dikatakan hablumminal alam, kalau mengusir hama yang ada pada tanaman saja masih menggunakan racun atau bahan kimia untuk membunuhnya. Dan apakah hasil panen yang dinikmati itu masih relevan dengan konsep halalan toyyiban yang sejak dulu di gembor-gemborkan?”. Begitulah kira-kira statement yang dilontarkan pak Toha, salah satu perwakilan organisasi Lidah Tani dari Blora saat mengisi salah satu acara Konferensi Agraria di Auditorium 1 Kampus 1 UIN  Walisongo Semarang.
Kalimat Pak Thoha tersebut cukup membuat bulu kudukku tiba-tiba berdiri. Kalimatnya sangat menyentuh hati. Ketika membahas tentang lingkungan, ia bukan hanya mengkaji konsep tentang lingkungan saja, melainkan juga menyinggung tentang konsep halalan toyyiban yang dalam agama islam sudah menjadi dalil dasar pada konteks rezeki.
Saya tidak menyangka bahwa seorang petani dari desa memiliki pemikiran yang sangat kritis dan pola pandang yang sangat luar biasa. Bahkan pemikiran tersebut belum tentu muncul dan tergagas dari otak para kritikus atau akademisi yang mengenyam pendidikan lebih tinggi darinya.
Sebelum mengikuti acara tersebut, sebenarnya saya juga berbeda pandangan dengan pak Toha mengenai masalah mengatasi hama. Menurutku, hama atau serangga yang mengganggu tanaman harus dan wajib dibunuh atau setidaknya disingkirkan dari tanaman. karena hama tersebut, petani dapat mengalami defisit dari jumlah panen yang seharusnya diterima.
Setelah mendengar penjelasan lebih lanjut dari Pak Toha, dengan metode tenggang rasa yang sangat tinggi terhadap lingkungan sekitar, saya baru ngeh dan tersentak kaget melihat bagaimana seorang petani desa dari Blora ini memeiliki pemikiran dan kepekaan tinggi terhadap keseimbangan lingkungan. Mungkin ini bentuk nyata dari manusia yang disebut “njawa” oleh orang jawa, yaitu manusia yang mencermikan perilakunya berdasarkan “rasa lan ngrumangsani”
Menurutnya, tak ada hak bagi kita untuk membunuh apa-apa yang sudah tuhan ciptakan. Untuk tetap menjaga keseimbangan alam, ia tetap membiarkan hama tersebut  hidup akan tetapi menghambat perkembangbiakannya guna menyelamatkan tumbuhan yang ditanamnya.
Dengan pola pikir tersebut tersebut, Pak Toha dan teman-temannya di komunitas Lidah Tani membuat pupuk alami yang  digunakan untuk  mengebiri hama agar populasinya tidak bertambah banyak, sehingga tumbuhan yang ditanam tidak gagal panen.
Dari forum tersebut, saya belajar bagaimana Pak Toha mengajarkan bahwa kita harus peka dan saling menghormati antar makhluk tuhan dalam rangka menjaga keseimbangan alam. Selain itu, kehati-hatiannya dalam memaknai kaidah “halalan toyyiban” di praktekkan secara langsung dengan bentuk tindakan yang dilandasi dengan “rasa lan ngrumangsani” yang tinggi terhadap makhluk lainnya.

Opini oleh: BeMas'udah (LPM Esensi)

Komentar

Popular Posts